Liburan Akhir Pekan di Pelabuhan Sunda Kelapa dan Museum Bahari

"Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudra, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa" itulah potongan lagu anak-anak yang ketika masih di Sekolah Dasar sering saya nyanyikan dengan teman. Lagu yang berjudul Nenek Moyangku Seorang Pelaut merupakan salah satu bukti kehandalan pelaut Indonesia dalam mengarungi samudera meskipun dengan peralatan yang sederhana. Dari pelajaran yang saya dapat di sekolah dan data dari Badan Informasi Geospasial Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia sekitar 100.000 kilometer. 

Dengan kondisi alam seperti ini, tentu memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia salah satunya ialah banyaknya obyek wisata pantai yang unik dan pelabuhan Indonesia. Sejak jaman penjajahan, pelabuhan Indonesia pun sudah ramai disinggahi pedagang asing karena posisinya yang strategis. Dari pelabuhan aktivitas jual beli bahkan diplomasi antar negara pun terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Salah satu pelabuhan yang sejak dahulu ramai dan menjadi bagian dari sejarah ialah Pelabuhan Sunda Kelapa yang terletak di kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.

sumber : http://indonesia.travel.com

Karena sudah cukup lama tinggal di Jakarta sekitar delapan tahun, saya memiliki keinginan untuk mengunjungi pelabuhan Sunda Kelapa dan Museum Bahari. Setelah sekian lama merencanakan dan menunggu, akhirnya saya dan teman memutuskan untuk mengunjungi pelabuhan Sunda Kelapa tanggal 2 Agustus 2015. Kami pun janjian bertemu di Stasiun Jakarta Kota pukul 10.00. Saya berangkat sekitar pukul 09.00 dari stasiun cawang setelah sempat tertunda di Stasiun Gambir dan Jakarta Kota akhirnya sekitar pukul 10.00 kurang saya sampai dan bertemu dengan teman saya. Untuk menuju pelabuhan Sunda Kelapa kami memutuskan naik bajaj bertiga dengan biaya Rp 30.000.



Jarak antara stasiun Jakarta Kota dengan pelabuhan Sunda Kelapa tidak terlalu jauh sehingga sekitar lima belas menit kami pun tiba di tempat tujuan. Sebelum masuk, kami harus membayar tiket masuk masing-masing Rp 2.500. Tak lama setelah berjalan kaki, kami pun akhirnya sampai di pelabuhan tertua yang ada di Jakarta. Karena kami tiba agak siang, maka panas matahari pun terik dan silau bagi mata untungnya kami membawa topi sehingga masih bisa terlindungi dari sinar matahari. Di pelabuhan ini terlihat banyak kapal Pinisi yang runcing di ujungnya, terbuat dari kayu dan corak warna warni di bagian dindingnya. 



Terlihat beberapa kapal sedang menurunkan muatan barang secara manual dan membersihkan bagian dalam kapal. Ketika saya melihat air laut yang ada, ternyata warnanya hitam pekat dan banyak sampah yang mengambang seperti botol plastik dan bungkus makanan. Beberapa kapal kecil menawari kami untuk berkeliling di sekitar pelabuhan sambil melewati mercusuar, namun sayangnya harganya masih kemahalan bagi kami. Bapak yang mengemudikan kapal mematok harga Rp 50.000 namun kami menawar Rp 30.000, bapak tersebut menolak dan kami memutuskan untuk melihat lihat terlebih dahulu sambil berfoto bersama.



Salah satu teman saya pun, sudah membawa peralatan untuk berfoto antara lain kamera digital dan tripod. Maka kesempatan untuk berfoto pun kami manfaatkan dengan senang walaupun harus terkena sinar matahari yang terik. Saya pun melihat beberapa turis asing yang datang berkunjung sambil berfoto di depan kapal yang sedang berlabuh. Menurut informasi dari petugas pemandu wisata setempat, jika ingin berfoto dengan latar belakang dan pemandangan yang lebih baik, disarankan datang di sore hari sambil menunggu matahari terbenam. Jika ingin menaiki kapal dan berfoto di atas kapal maka biaya yang harus kami bayar per orangnya Rp 50.000. Karena kami hanya ingin datang sebentar, tawaran tersebut kami tolak dan memutuskan untuk datang kembali di sore hari agar tidak terlalu lama menunggu.



Ketika akan pergi dari pelabuhan Sunda Kelapa, tanpa diduga ada seorang bapak tua yang mengemudikan perahu kecil menawari kami untuk berkeliling dengan harga Rp 30.000 untuk bertiga. Mendengar tawaran itu kami langsung mengiyakan untuk naik dan berkeliling. Ketika menaiki kapal kecil, tampak kapal besar yang berlabuh begitu sulit dilewati, tapi berkat kegigihan bapak yang mengemudi, perahu kami berhasil keluar dan berkeliling. Rasanya menyenangkan bisa mengelilingi sekitar pelabuhan Sunda Kelapa di tengah panasnya matahari karena inilah pengalaman kami yang pertama. Banyak hal yang saya lihat ketika menaiki kapal kecil ini antara lain perairan yang kumuh dan kotor karena ulah manusia, masih banyaknya anak-anak kecil yang mandi di air yang kotor, dan tempat tinggal nelayan yang masih kumuh dan kurang tertata.


Keinginan saya untuk melewati mercusuar pun terpenuhi, ketika perahu yang kami naiki melewati mercusuar yang terdapat di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa. Sebelum turun saya meminta kepada bapak yang mengemudi untuk mengantar sampai ke Museum Bahari. Beliau setuju dan mengantarkan kami ke tempat yang dekat dengan Museum Bahari. Setelah berkeliling selama sekitar lima belas menit, kami pun tiba di perkampungan dan pasar sebelum Museum Bahari. Setelah berjalan kaki, akhirnya kami sampai di Museum Bahari. Dengan membayar tiket masuk Rp 5.000 per orang, kami mulai memasuki museum dari sisi sebelah kanan yang memajang berbagai perahu tradisional dari Indonesia.



Sayangnya beberapa koleksi kurang terawat, seperti kapal yang berdebu dan kotor. Selain itu pada dinding museum terlihat cat yang mengelupas dan berdebu, Hal ini tentu disayangkan karena sebagai salah satu museum yang ada di Jakarta, harusnya bisa dirawat kebersihan gedung dan koleksinya. Pengunjung yang datang ke museum ini juga sedikit bahkan sepi dibandingkan museum yang ada di kawasan kota Tua. Di lantai dua kami tidak boleh memotret karena ada sensor yang sangat sensitif pada kamera.





Koleksi di lantai dua lebih beragam seperti mitos atau legenda yang berkaitan dengan laut dari berbagai benua seperti Asia, Eropa dan Indonesia. Selain itu ada tokoh-tokoh sejarah yang berhasil mengarungi lautan seperti Ceng Ho, Marcopolo, Ibnu Bathuta, dan Abel Tasman. Uniknya ada koleksi rempah-rempah asli seperti cengkeh, pala, dan jahe yang tersimpan seperti halnya gudang rempah-rempah.



Puas berkeliling dan berfoto di dalam dan luar Museum Bahari, kami menuju ke depan museum dimana terdapat menara Syahbandar yang jaman dahulu digunakan untuk melihat kapal asing yang datang dan keluar ke pelabuhan Sunda Kelapa. Ternyata untuk ke puncak Menara Syahbandar, kami harus menaiki anak tanga yang lumayan banyak hingga lantai ke lima. Sesampainya di lantai atas Menara Syahbandar, perjuangan untuk menaiki anak tangga terbayar puas dengan pemandangan yang bisa kami lihat ketika di atas. Berbagai sudut Jakarta pun bisa saya lihat baik yang di depan jalan raya hingga ke arah pelabuhan. 



Seusai naik dan melihat sudut kota Jakarta dari Menara Syahbandar, di bawah terdapat beberapa meriam dan prasasti yang ditanda tangani oleh Gubernur DKI Jakarta tahun 1977 sebagai penanda nol kilometer saat itu sebelum dipindahkan ke Monas. Menjelang sore hari, kami memutuskan pulang dan beristirahat. Bagi saya kunjungan singkat ke pelabuhan Sunda Kelapa dan Museum Bahari merupakan pengalaman berkesan karena bisa datang langsung ke tempat bersejarah di Jakarta, membuat saya bangga akan keberanian pelaut Indonesia, dan membuka wawasan tentang kekayaan bahari yang ada di Indonesia.





Sebagai warga Jakarta, saya berharap pemerintah daerah Jakarta lebih memperhatikan lagi Museum Bahari dengan memperbaiki bangunan sehingga lebih rapi dan bersih, menjaga koleksi agar bersih dan nyaman bagi pengunjung, dan mempromosikan agar banyak didatangi baik wisatawan lokal maupun manca negara. Liburan akhir pekan bagi saya tidak harus mengunjungi mall atau keluar kota, bisa diisi dengan mengunjungi museum atau obyek wisata edukatif yang terjangkau di sekitar kota Jakarta.



Dengan menggunakan waktu luang di akhir pekan untuk jalan-jalan di sekitar Jakarta bisa memberikan pengalaman yang berkesan. Pengalaman itu antara lain bisa mempelajari sejarah nenek moyang bangsa Indonesia yang terampil dan gigih memperjuangkan kemerdekaan serta mempertahankan wilayah dari penjajah asing. Selain itu yang membuat saya bangga dengan Indonesia adalah kekayaan alam yang kaya akan rempah-rempah membuat berbagai bangsa asing datang berbondong-bondong datang untuk memperebutkannya, itu berarti Indonesia merupakan negara yang penting sehingga layak untuk diperebutkan. Jika bangsa lain saja mengakui kelebihan dan keunggulan Indonesia maka saya pun tambah cinta dengan potensi alam yang beraneka ragam dan bisa memberikan pemasukan dan pekerjaan masyarakatnya.

Potensi alam Indonesia terutama di bidang pariwisata sudah diakui di dunia internasional, bahkan artis internasional pun memuji keindahan obyek wisata yang ada, Hal ini membuat saya semakin cinta dengan tanah air tempat saya dilahirkan dan ingin menjaganya agar bisa dirasakan anak cucu di masa depan, Wujud rasa cinta tanah air atau nasionalisme bisa dilakukan dari hal-hal kecil misalnya menjaga kebersihan, mengunjungi obyek wisata dalam negeri dan mempromosikan wisata Indonesia ke masyarakat luas dengan berbagai media yang ada. Walaupun masih banyak kekurangan di beberapa tempat wisata, namun kekurangan itu bisa disempurnakan oleh kita sendiri dengan memberikan kontribusi dan melibatkan masyarakat sekitar.

"Tulisan ini disertakan dalam lomba 'jalan-jalan  nasionalisme' yang diadakan Travel On Wego Indonesia"




Comments

  1. Salam kenal ya.
    Saya beberapa kali keliling kota tua. Pernah sampai Museum Bahari dan juga ke Sunda Kelapa. Seruuu. Tapi gak pernah sampai naik perahu.
    Moga dinas pariwisata Jakarta mendengar suara Mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. salam kenal juga...
      iya seru loh naik perahu bisa melihat sekitar pelabuhan Sunda Kelapa
      amin semoga dinas pariwisata Jakarta lebih memperhatikan museum Bahari :)

      Delete
  2. Sebenernya jalan-jalan didalem kota tuh gak kalah seru yah sama kalo keluar kota. aku beberapa kali pernah ke pelabuhan sunda kelapa. Tapi belom pernah tuh naik perahunya, aku malah gatau kalo disana bisa naik perahu hehehe. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah harus nyoba tuh mba seru loh naik perahu keliling pelabuhan Sunda Kelapa :)

      Delete
  3. Wihhh lokasinya bagus banget tuh dibuat prewedding :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya bisa juga mba asalkan tahan sama panasnya hehehe :)

      Delete
    2. Datang aja ke Museum bahari
      Dah banyak yg pre wed di sini mbak

      Delete
  4. Kayaknya bakalan betah kalau berlama-lama di atas Menara Syahbandar, memandang segala penjuru =D

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mba seru bisa lihat sudut kota Jakarta dari berbagai arah :)

      Delete
  5. Senangnya bisa berkeliling menikmati pemandangan lewat laut. Pasti acaranya seru nih.

    ReplyDelete
  6. iya seru banget kok mas hehehe :)

    ReplyDelete
  7. Emang masih ramai pengunjung nya ya mba? saya belum pernah loh kesana.

    ReplyDelete
  8. Kalo misal kan ke pelabuhan sunda kelapa buat hunting foto boleh ga ka? Terima kasih

    ReplyDelete
  9. Kak, disana ada scam2/preman2 gitu gak kak?

    ReplyDelete
  10. Datang lagi ke Museum bahari dan ke menara syahbandar sekarang.
    Rasakan perbedaannya,sekarang Museum bahari dan menara syahbandar bersih serta makin indah.
    Ruang di lt.2 juga sudah ber AC.
    makin sejuk gaez.

    ReplyDelete
  11. Sedih kdg liat museum di jakarta ato kota2 lain di indonesia.. Masih banyaaak bgt yg ga diurus, pdhl sbnrnya bakal jd menarik kalo bener2 diperhatikan dan dijaga.

    Tiap kali traveling ke luar, aku slalu nyempetin dtg ke museumnya.. So far, jepang paling menarik kalo udh menyangkut museum. Ga heran pengunjungbya, trutama anak2 sekolah banyak byangeetttt. Krn memang dr sana mereka bisa banyak bljr. Coba aja kalo museum kita dibikin lebih interaktif, pasti pengunjung jg rame. Museum inikan cara paling enak buat kita belajar sejarH :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya setuju sudah saatnya museum menjadi tempat menarik untuk belajar sejarah :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Lima Hal Yang Harus Dimiliki Pekerja Digital Masa Kini

ulasan film sokola rimba

PopBox Loker Multifungsi Untuk Berbagai Kebutuhan