Menumbuhkan Empati dan Solidaritas Melalui Pameran Foto dan Pemutaran Fim

Beberapa hari terakhir di media sosial sering keributan karena masalah politik atau perbedaan pandangan golongan tertentu. Bahkan tidak hanya di media sosial ketika bulan November dan Desember beberapa ormas mengadakan aksi damai di Jakarta sempat terjadi keributan karena ulah oknum provokator yang ingin memecah belah. Hal ini tentu disayangkan karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang sudah lama hidup rukun dan memiliki toleransi yang tinggi. Hanya karena perbedaan hal kecil bisa merusak pertemanan dan hubungan baik yang sudah terjalin lama.



Saya merasa prihatin dengan hal ini karena perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar tidak perlu diperkeruh apalagi sampai timbul perpecahan. Sedangkan di belahan dunia lain banyak masyarakat yang merindukan kedamaian agar bisa menjalani kehidupan dengan normal. Perbedaan pendapat kini membuat orang sibuk dengan kepentingan diri sendiri dan menilai seseorang hanya berdasarkan kriteria tertentu. Untungnya saya tidak ikut terpengaruh dengan keributan di media sosial dan memilih tidak berkomentar agar tidak membuat suasana makin ribut.

Memang tidak mudah untuk tidak terpengaruh isu politik yang sedang berkembang, namun jika kita menyibukkan diri dengan kegiatan positif dan tetap perduli dengan orang lain maka kita tidak mudah terpancing untuk terpecah belah. Salah satu hal yang menggugah nurani saya ketika menghadiri gathering yang diadakan organisasi internasional MSF atau Medecins Sans Frontieres yang dalam bahasa inggris disebut Doctors Without Borders atau dokter lintas bantas dalam bahasa Indonesia.


Tidak banyak gathering yang diadakan lembaga non profit apalagi membicarakan masalah sosial kemanusiaan. Namun karena saya ingin mengetahui lebih banyak mengenai organisasi dan kegiatan ini maka menyempatkan diri untuk hadir Sabtu 29 November 2016 di Bakoel Coffie Menteng. Dokter Lintas Batas merupakan organisasi kemanusiaan medis internasional yang didirikan sejak tahun 1971 di Perancis dan hadir di 70 negara termasuk Indonesia.  Aktivitas MSF mencakup perawatan kesehatan dasar, ibu dan anak, pembedahan, mengelola rumah sakit dan klinik, dan pelatihan kepada tenaga kesehatan setempat.


Pada tahun 2015 MSF memiliki 36.000 staf dan lebih dari 84 % staf internasional. Sebagai organisasi medis MSF menjunjung tinggi etika kedokteran dan memberikan bantuan tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan pandangan politik. Dana yang diperoleh MSF 92 % berasal dari donatur individu dan 7 % dari lembaga publik bahkan tidak menerima bantuan dari Uni Eropa karena sikap mereka yang menolak pengungsi Suriah. 

MSF hadir di Indonesia pada tahun 1995 saat bencana gempa bumi di Jambi dan aktif dalam penanganan medis di berbagai propinsi di Indonesia sejak tahun 2009. Beberapa penanganan medis yang pernah dilakukan di Indonesia antara lain penanganan wabah Malaria di Papua tahun 1998, TBC di Ambon, dan tsunami Aceh tahun 2004. Setelah itu MSF aktif mengirimkan tenaga medis ke negara konflik yang membutuhkan bantuan seperti Pakistan, Afganistan, Yaman dan Suriah. Partisipasi aktif MSF di negara yang sulit dijangkau membuat masyarakat setempat terbantu dan menjadi standar jika MSF hadir berarti di negara tersebut aman.


Peran MSF di dunia internasional cukup penting bahkan presiden MSF Internasional seringkali berbicara di depan Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan peperangan dan meminta pertanggung jawaban atas insiden pengeboman. Sebagai Communication Manager mba Intan Febriani mengajak rekan blogger dan masyarakat untuk hadir dalam pameran foto dan pemutaran film dengan tema "No Border" di West Mall Grand Indonesia lantai 5 dari tanggal 8-18 Desember 2016. Di Indonesia sendiri, MSF akan bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan membantu mengurangi tingginya angka ibu melahirkan di beberapa daerah. 


Tema No Border dipilih untuk mengangkat semangat kemanusiaan yang tidak memandang perbedaan pada manusia. Pameran ini juga menyuarakan pentingnya keselamatan pekerja kemanusiaan dan rumah sakit di tengah konflik. Dalam pameran ini juga ingin mengajak masyarakat perduli terhadap isu kesehatan yang juga dialami sebagian masyarakat Indonesia. Beberapa karya fotografer yang meraih penghargaan World Press Photo dengan tema kemanusiaan juga dipamerkan. 




Selain pameran foto juga akan ada talkshow dengan tema menarik seperti Photography For Humanity, Access To Affordable Medicines, dan Hospital Attack in Conflict Zones. Ada juga pemutaran film dokumenter dengan tiga judul yaitu Living in Emergency, Fire in the Blood, dan The Invisibles. Ketiga judul ini memiliki tema yang sama kesehatan dan kemanusiaan dengan cerita yang beragam mulai dari dokter yang bekerja dalam situasi ekstrim,monopoli obat AIDS di negara berkembang dan krisis yang sering terabaikan. 


Rangkaian kegiatan ini bisa didatangi secara gratis dan terbuka untuk masyarakat umum mulai dari remaja hingga dewasa. Bagi saya kegiatan ini merupakan hal positif yang perlu didukung agar mengurangi ego pribadi dan lebih perduli akan masalah kemanusiaan. Daripada meributkan perbedaan lebih baik bersatu untuk membantu masyarakat yang lebih membutuhkan. Dengan melihat pameran foto korban penyakit dan konflik akan membuat kita bersyukur tinggal di Indonesia yang damai dan mendorong kepedulian membantu masyarakat yang sedang berjuang bertahan hidup.


Sebuah oase yang bisa menyatukan perbedaan dan mendamaikan hati demi kemanusiaan. Info lengkap mengenai jadwal talkshow dan pemutaran film dokumenter bisa dibaca di website www.msf-seasia.or/indonesia dan follow akun media sosial media @msf_indonesia. 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Lima Hal Yang Harus Dimiliki Pekerja Digital Masa Kini

ulasan film sokola rimba

PopBox Loker Multifungsi Untuk Berbagai Kebutuhan