kenaikan harga bukan akhir dari segalanya

mendengar kata "harga naik" maka akan timbul banyak persepsi di benak kita antara lain harga menjadi tidak terjangkau, pemasukan berkurang, dompet menjadi tipis, dan banyak persepsi lainnya. Namun pada kenyataannya bagi orang Indonesia setiap tahun pengunjung pameran mobil mewah setiap tahunnya mengalami peningkatan padahal harga setiap tahunnya mengalami kenaikan tetapi jumlah pembeli malah meningkat bukan menurun.

Hal tersebut juga terdapat pada pameran rumah dan apartemen mewah dimana sebelum unit rumah selesai dibangun sudah habis dibeli bahkan banyak yang termasuk dalam daftar tunggu. Padahal satu unitnya saja bisa mencapai milyaran rupiah tapi peminatnya masih banyak.

Yang menjadi pertanyaan apakah dengan harga yang menjadi mahal apakah membuat daya beli semakin menurun dan membuat perekonomian menjadi lesu? Buktinya tidak , karena gaya hidup masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif dan mudah terpengaruh oleh promosi besar-besaran media massa. Bahkan apabila ada gadget terbaru yang masuk ke Indonesia maka akan terjadi antre besar-besaran di pusat perbelanjaan bahkan sampai memakan korban jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan financial masyarakat menengah Indonesia mengalami peningkatan dan orang rela mengeluarkan uang yang banyak untuk memenuhi gaya hidup metropolitan.

Namun jika mendengar harga bahan bakar minyak mengalami kenaikan banyak pihak yang tidak setuju karena keberatan jika mengeluarkan uang banyak padahal kemampuan masyarakat menengah terbilang mampu untuk membeli bahan bakar minyak. Berkaitan dengan bahan bakar minyak, untuk tingkat rumah tangga elpiji 12 kg kebanyakan digunakan oleh kalangan rumah tangga yang golongan mampu yang bisa membeli kebutuhan mewah lainnya seperti mobil atau gadget modern dengan harga diatas 5 juta.

Bagi kalangan menengah untuk membeli smartphone terbaru dengan harga diatas 5 juta bukanlah hal yang sulit karena tuntutan gaya hidup yang modern dan dituntut untuk praktis dan keren jika dilihat. Apalagi jika berbelanja tas, para sosialita atau pengusaha rela mengeluarkan uang puluhan juta bahkan ratusan juta hingga ke luar negeri agar bisa tampil mewah serta berkelas. Namun jika mendengar harga elpiji akan dinaikkan justru protes dan menganggap hal tersebut adalah musibah padahal kenaikan tersebut bukan tanpa tujuan dan juga dilakukan secara bertahap setiap 6 bulan sehingga tidak membebani masyarakat.

Banyak yang mengatakan jika kenaikan harga elpiji 12 kg akan membebani masyarakat kecil, padahal masyarakat kecil sudah terbiasa mengkonsumsi elpiji 3 kg yang disubsidi pemerintah maka anggapan tersebut tidak benar. Karena yang mengkonsumsi elpiji 12 kg masyarakat mampu maka hal tersebut bukanlah sesuatu yang membebani karena kemampuan finansial yang masih bisa membeli perangkat lain yang lebih mahal. Sudah seharusnya masyarakat yang termasuk golongan mampu tidak bergantung pada subsidi pemerintah namun membantu pemerintah agar subsidi elpiji 12 kg bisa berkurang untuk dialihkan ke subsidi lainnya.

Jika dibandingkan negara lain, harga per kg Indonesia termasuk rendah karena di Jepang harga per kg nya mencapai Rp 20.000, untuk di India harga per kgnya Rp 12.600, di China harga per kg nya Rp 17.000-21.000, di Philiphina harga mencapai Rp 24.000, di Korea Selatan harga per kgnya Rp 17.000, di Indonesia sendiri termasuk paling murah yaitu hanya Rp 7.700-14.300. Ini membuktikan bahwa pemerintah Indonesia masih perduli dengan kebutuhan masyarakat mengenai harga elpiji 12 kg yang masih sangat terjangkau.

Sebelum menaikkan harga elpiji tentu pemerintah telah melakukan survey atau penelitian tentang gaya hidup masyarakat,  pemasukan serta pendapatan masyarakat menengah. Berdasarkan hasil survey dari Nielsen tahun 2013 masyarakat yang menggunakan elpiji 12 kg merupakan masyarakat golongan menengah ke atas atau SES A dan B dimana pengeluaran perbulan minimal 5 juta rupiah serta penggunanya 16 % di wilayah perkotaan yang memiliki pendidikan lebih dari SMA bahkan hingga S2. Hasil survey inilah yang membuat Pertamina yakin jika mengurangi subsidi adalah langkah yang tepat. Selain itu setelah Pertamina berkonsultasi dengan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) ditemukan hasil bahwa Pertamina menanggung kerugian hingga 7,73 triliun dari 2011 hingga Oktober 2012. Untuk mengurangi kerugian dan beban negara maka rencana kenaikan harga pun telah disusun namun karena pada bulan Juli terdapat pemilihan presiden dan bertepatan awal puasa maka kenaikan harga pun diundur menjadi setelah hari raya Idul Fitri.

Untuk sampai ke tangan konsumen elpiji 12 kg memang harus melewati 8 jalur yang tidak mudah antara lain : mengambil suplai elpiji dari sumber pengilangan, kemudian pengangkutan  ke depot atau terminal, penyimpanan di terminal elpiji, pengangkutan dari terminal elpiji ke stasiun pengisian, pengisian tabung di stasiun pengisian, pengetesan ulang elpiji 12 kg, pendistribusian ke agen elpiji 12 kg, dan terakhir penjualan produk ke pengecer atau konsumen. Proses dilakukan agar kualitas yang sampai ke tangan konsumen dapat terjaga dengan baik dan dapat dinikmati dengan layak.

Maka kenaikan harga elpiji 12 kg bukanlah akhir dari segalanya justru masyarakat diminta untuk menyesuaikan dengan harga yang semestinya. Banyak solusi yang dilakukan untuk menyiasati kenaikan harga elpiji 12 kg antara lain dengan mengurangi gaya hidup konsumtif, memperbanyak pemasukan rumah tangga agar harga yang naik bisa diterima dengan baik serta membantu pemerintah dengan mengembangkan sumber energi yang ramah lingkungan dan murah yang bisa digunakan sebagai elpiji tanpa harus tergantung pemerintah.