Review Film Tausyiah Cinta

Membuat film yang mengandung nilai religi baik itu tentang akhlak atau yang lain bukanlah hal yang mudah karena harus bisa memasukkan unsur agama dan membuatnya mudah untuk diterima. Berbekal semangat ingin berdakwah, sebuah rumah produksi BedaSinema Pictures mencoba membuat film yang disutradarai Humar Hadi dengan judul "Tausyiah Cinta". Karena mendengar semangat untuk berdakwah dari sekelompok generasi muda, saya menerima tawaran teman untuk menonton tanggal 7 Januari 2015 di Blok M Square. 
Berbeda dengan film Indonesia lainnya yang dilaunching dengan meriah dan diliput banyak media, kegiatan nonton bareng film Tausyiah Cinta tidak diliput oleh media massa hanya didatangi temen-temen blogger. Untunglah teman-teman blogger yang datang lumayan banyak sehingga saya ada teman untuk nonton dan diskusi bareng. Tepat jam 19 film pun dimulai dibuka dengan adegan Lefan yang diperankan Rendy Herpy yang berdebat dengan kakaknya Elfa (Hidayatur Rahmi) yang berawal dari kebencian pada ayahnya.


Kemudian Lefan pun bertemu Aska seorang arsitek muda yang pintar dan taat beribadah. Dari Aska lah Lefan belajar untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta. Ketika ada mahasiswi Teknik Lingkungan sedang mempresentasikan proyek daur ulang air wudhu, Lefan pun tertarik dan berniat menjalin hubungan serius dengan taaruf. Namun ujian pun menimpa Aska yang harus kelihatan penglihatan dan mengundurkan diri dari pekerjaan. Giliran Lefan yang memberikan semangat ke Aska untuk bangkit dan pulih. 


Dilihat dari pesan dan semangat untuk membuat film dengan nilai religi, sebenarnya ide film ini bagus tapi sayang masih banyak kekurangan di eksekusinya. Mulai dari pengambilan gambar yang kurang halus sehingga ada wajah pemain yang terpotong, dialog yang tidak konsisten pada Aska yang awalnya menggunakan elu gue menjadi aku kamu, perpindahan antar adegan yang kurang rapi, dan akting pemain yang masih kaku. Padahal dengan pesan religi yang kuat jika digarap dengan baik maka akan bisa ditangkap dengan baik pula pesannya. 

sumber : www.muslimtalk.net
Bagi saya dialog dalam film, terasa masih menggurui dan berat untuk dicerna. Alangkah lebih baik jika menggunakan kata-kata yang mudah dipahami orang awam agama dan dengan cara yang sederhana sehingga tidak menggurui penonton. Bagi saya sutradara yang bisa membuat film religi atau keluarga yang sederhana tapi menyentuh ialah Aditya Gumay. Beberapa film keluarga atau religi yang sukses ditonton banyak orang dan meraih penghargaan antara lain Emak Ingin Naik Haji atau Ada Surga Di Rumahmu. 

Saran dari saya untuk sutradara, penulis naskah, dan produser film Tausyiah Cinta untuk banyak belajar dari mas Aditya Gumay agar bisa menghasilkan film yang menyentuh namun indah secara sinematografi. Dan buatlah satu pesan sederhana yang kuat namun bisa meninggalkan kesan yang kuat di benak penonton dan menginspirasi untuk melakukan perubahan. Karena penonton Indonesia kini semakin pintar dan selektif sehingga harus bisa membuat film yang digarap profesional agar bisa berdakwah dengan cara yang modern. 

Semoga film selanjutnya dari BedaSinema Pictures bisa lebih baik dan ditonton banyak orang sehingga bisa berdakwah nilai religi. Juga lebih banyak melibatkan media, blogger, dan komunitas agar lebih banyak diketahui masyarakat awam

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Lima Hal Yang Harus Dimiliki Pekerja Digital Masa Kini

ulasan film sokola rimba

PopBox Loker Multifungsi Untuk Berbagai Kebutuhan