Makna Hidup Dibalik Penyakit Tuberkulosis
Tak pernah kusangka, hidupku akan berubah drastis setelah mengidap penyakit. Awalnya kukira hanya batuk biasa, namun batuk itu tak kunjung sembuh hingga dua minggu. Kemudian kuberanikan diri untuk memeriksakan diri ke dokter di Rumah Sakit Pemerintah di Bandung. Setelah melewati beberapa rangkaian pemeriksaan, dokter memberitahuku bahwa aku mengidap penyakit Tuberkolosis.
Sebuah penyakit asing, yang belum pernah kudengar sebelumnya. Setelah kutanyakan ke beberapa dokter dan perawat di rumah sakit. Aku jadi mengetahui bahwa Tuberkolosis adalah penyakit yang disebabkan kuman yang banyak menyerang paru-paru karena kuman itu menyukai tempat yang kaya akan oksigen.
sumber : http://www.talikotang.com/wp-content/uploads/2014/11/Gambar-danbo-lagi-sakit.jpg
Hari-hariku pun dilalui dengan ritual meminum obat dipagi hari sebelum sarapan. Efek samping pun mulai dirasakan tubuhku, mulai dari mual, kepala pusing, hingga berat badan yang menurun drastis. Ketika dokter melarangku untuk hamil, diluar dugaan aku pun hamil. Dan aku pun terpaksa harus merelakan calon buah hatiku karena keguguran.
Belum lama sedih, suamiku pun meminta cerai karena tak ingin susah memiliki istri yang sakit sakitan. Ingin rasanya ku bunuh diri untuk mengakhiri semua penderitaan ini. Namun terbesit pikiran untuk bangkit dan membuktikan diri ke semua orang bahwa aku bisa sembuh dan normal kembali.
Setelah sekitar enam bulan meminum obat dengan rutin dan memeriksakan diri ke puskesmas terdekat. Badanku berangsur pulih dan membaik. Kuberanikan diri untuk memposting foto di facebook dengan wajah baru. Ternyata suami yang sudah meninggalkanku bertanya dan heran dengan perubahanku. Dengan berani kubilang bahwa aku sudah sembuh karena berobat dengan teratur dan kutantang dia untuk mengecek langsung ke rumah sakit. Dia pun menyesal dan ingin kembali bersamaku. Aku pun menolak dan kini bahkan kugugat cerai di pengadilan.
Itulah sepenggal kisah mantan pasien TB (Tuberkulosis) yang kini sudah sembuh. Walaupun ia sudah sehat, ia tetap menyemangati rekan lainnya yang belum sembuh untuk bangkit. Karena ia yakin setiap orang pasti bisa sembuh asalkan mau berobat dengan benar. Ia pun mulai menyadari bahwa hidup akan lebih bermakna jika bisa bermanfaat bagi orang lain. Jika dahulu sebelum mengidap TB ia banyak menghabiskan waktu di rumah, kini ia sibuk berbagi ke berbagai rumah sakit dan puskesmas untuk memberikan semangat bagi pasien TB.
Ini adalah sedikit pelajaran hidup yang saya dapatkan ketika saya mengikuti worskshop yang diadakan Depkes bekerja sama dengan LSM lainnya mengenai penyakit TB di Bandung pada tanggal 3-5 Maret 2015. Awalnya saya mengira workshop ini hanya akan mendengar penjelasan penyakit dari dokter saja, namun tidak hanya itu yang saya dapatkan. Di hari kedua, saya berkesempatan mengunjungi RS Hasan Sadikin Bandung untuk melihat langsung klinik yang ada mulai dari tempat pemeriksaan awal poenderita TB, lanjutan, bahkan klinik bagi penderita HIV dan TB.
Saya dan teman-teman blogger lainnya memakai masker N95, sebuah masker khusus bagi petugas medis agar tidak tertular kuman TB. Walaupun harus merasa sesak karena masker yang rapat di hitung, kami tetap semangat mendengar penjelasan dari para dokter. Saya pun sempat melihat beberapa pasien berkumpul untuk meminum obat di klinik. Tidak mudah bagi mereka untuk meminum obat dengan jumlah yang banyak apalagi jika ditambah efek samping yang membuat mereka harus beristirahat di rumah.
Namun itu semua harus dihadapi dengan tegar, kami pun mensupport mereka agar cepat sembuh. Tidak ada orang yang mau terkena penyakit TB, namun jika sudah terkena harus berani bangkit untuk sembuh agar bisa membahagiakan keluarga terdekat. Beberapa orang pun mulai menyadari makna hidup setelah terkena TB. Yang awalnya kurang peduli terhadap kesehatan, kini menjadi lebih berhati-hati dengan kondisi badan agar tidak terkena kembali penyakit.
Di hari terakhir, kami mengunjungi puskesmas Garuda untuk melihat bagaimana petugas puskesmas dalam merawat pasien TB. Walaupun ramai namun petugas puskesmas siap melayani berbagai pasien yang datang bahkan bekerja sama dengan puskesmas lain dalam menangani kasus TB. Semua pelayanan dan obat diberikan gratis kepada pasien. Hal ini dilakukan agar dapat mengurangi beban pasien TB dan memudahkan pasien agar bisa mendapatkan obat.
Acara yang diadakan tiga hari memberikan kesan bagi saya, karena teringat pengalaman di masa lalu dimana ayah teman saya yang sudah meninggal pernah mengidap penyakit TB dan menular ke anaknya. Semua gejala dan efek yang dialami sama persis dengan yang dijelaskan oleh dokter. Bersyukurlah saya karena walaupun sempat satu ruangan dengan ayah teman saya, hingga kini fisik saya masih sehat. Saya pun semakin termotivasi untuk menjaga stamina dengan baik agar tidak tertular dan mengingatkan orang sekitar saya agar lebih berhati-hati.
sumber : http://www.bulbulma.com/wp-content/uploads/2014/09/move-on.jpg
Setelah sekitar enam bulan meminum obat dengan rutin dan memeriksakan diri ke puskesmas terdekat. Badanku berangsur pulih dan membaik. Kuberanikan diri untuk memposting foto di facebook dengan wajah baru. Ternyata suami yang sudah meninggalkanku bertanya dan heran dengan perubahanku. Dengan berani kubilang bahwa aku sudah sembuh karena berobat dengan teratur dan kutantang dia untuk mengecek langsung ke rumah sakit. Dia pun menyesal dan ingin kembali bersamaku. Aku pun menolak dan kini bahkan kugugat cerai di pengadilan.
Itulah sepenggal kisah mantan pasien TB (Tuberkulosis) yang kini sudah sembuh. Walaupun ia sudah sehat, ia tetap menyemangati rekan lainnya yang belum sembuh untuk bangkit. Karena ia yakin setiap orang pasti bisa sembuh asalkan mau berobat dengan benar. Ia pun mulai menyadari bahwa hidup akan lebih bermakna jika bisa bermanfaat bagi orang lain. Jika dahulu sebelum mengidap TB ia banyak menghabiskan waktu di rumah, kini ia sibuk berbagi ke berbagai rumah sakit dan puskesmas untuk memberikan semangat bagi pasien TB.
Ini adalah sedikit pelajaran hidup yang saya dapatkan ketika saya mengikuti worskshop yang diadakan Depkes bekerja sama dengan LSM lainnya mengenai penyakit TB di Bandung pada tanggal 3-5 Maret 2015. Awalnya saya mengira workshop ini hanya akan mendengar penjelasan penyakit dari dokter saja, namun tidak hanya itu yang saya dapatkan. Di hari kedua, saya berkesempatan mengunjungi RS Hasan Sadikin Bandung untuk melihat langsung klinik yang ada mulai dari tempat pemeriksaan awal poenderita TB, lanjutan, bahkan klinik bagi penderita HIV dan TB.
Saya dan teman-teman blogger lainnya memakai masker N95, sebuah masker khusus bagi petugas medis agar tidak tertular kuman TB. Walaupun harus merasa sesak karena masker yang rapat di hitung, kami tetap semangat mendengar penjelasan dari para dokter. Saya pun sempat melihat beberapa pasien berkumpul untuk meminum obat di klinik. Tidak mudah bagi mereka untuk meminum obat dengan jumlah yang banyak apalagi jika ditambah efek samping yang membuat mereka harus beristirahat di rumah.
Namun itu semua harus dihadapi dengan tegar, kami pun mensupport mereka agar cepat sembuh. Tidak ada orang yang mau terkena penyakit TB, namun jika sudah terkena harus berani bangkit untuk sembuh agar bisa membahagiakan keluarga terdekat. Beberapa orang pun mulai menyadari makna hidup setelah terkena TB. Yang awalnya kurang peduli terhadap kesehatan, kini menjadi lebih berhati-hati dengan kondisi badan agar tidak terkena kembali penyakit.
Di hari terakhir, kami mengunjungi puskesmas Garuda untuk melihat bagaimana petugas puskesmas dalam merawat pasien TB. Walaupun ramai namun petugas puskesmas siap melayani berbagai pasien yang datang bahkan bekerja sama dengan puskesmas lain dalam menangani kasus TB. Semua pelayanan dan obat diberikan gratis kepada pasien. Hal ini dilakukan agar dapat mengurangi beban pasien TB dan memudahkan pasien agar bisa mendapatkan obat.
Acara yang diadakan tiga hari memberikan kesan bagi saya, karena teringat pengalaman di masa lalu dimana ayah teman saya yang sudah meninggal pernah mengidap penyakit TB dan menular ke anaknya. Semua gejala dan efek yang dialami sama persis dengan yang dijelaskan oleh dokter. Bersyukurlah saya karena walaupun sempat satu ruangan dengan ayah teman saya, hingga kini fisik saya masih sehat. Saya pun semakin termotivasi untuk menjaga stamina dengan baik agar tidak tertular dan mengingatkan orang sekitar saya agar lebih berhati-hati.
iya mbak, miris juga mengenai TB ini :(
ReplyDeletepas tahu ini gimana ya?
"Ketika dokter melarangku untuk hamil, diluar dugaan aku pun hamil. Dan aku pun terpaksa harus merelakan calon buah hatiku karena keguguran."
iya sedih banget sampe bikin nangis tapi akhirnya bikin semangat buat terus optimis
DeleteEvent yang sangat menarik ya mak, masih banyak orang yang awam tentang TB ini. Thanks udah berbagii
ReplyDeleteiya makasih mak semoga bermanfaat :)
DeleteNambah pengetahuan saya nih tentang TB. Makasih sharingnya. Kapan ya event seperti ini ada di kota Solo
ReplyDeletemakasih mak.. iya semoga saja ada event seperti ini di kota lain ya :)
Deletesalam wa rahmah... kunjugan silaturahim sekalian ngajak ikutan giveaway pindahan rumah saya... ikutan yuk http://fxmuchtar.com/giveaway-pindahan-rumah/
ReplyDeletewah makasih udah dikunjungi langsung ke TKP :)
DeleteKaget pas tahu hasil lab.istri saya kambuh TB mnjadi resisten. Sbgai suami saya siap mental u nemenin istri agar cepat sembuh..terlbih anak kaminyg msh berusia 9 bulan ..klo boleh saya mnta kontak komunitas pasien tb agar saya terupate u penanganan
ReplyDeletesemangat ya mas... komunitas pasien kurang tahu...harus rajin periksa dan teratur minum obatnya supaya cepet sembuh :)
ReplyDelete