Kenali Lebih Dekat Manfaat Dan Resiko Fintech P2P Lending
Sejak berkembangnya aplikasi dan marketplace di kota-kota besar Indonesia membuat gaya hidup masyarakata pun berubah. Semua transaksi pembayaran kini dilakukan dengan non tunai dalam ponsel pintar. Transaksi yang sebelumnya hanya bisa dilakukan konvensional seperti membayar taguhan listrik atau asuransi kini bisa dilakukan online dalam hitungan menit.
Maraknya aplikasi pembayaran yang memudahkan masyarakat juga mendorong lahirnya aplikasi pinjam meminjam online. Aplikasi dengan konsep peer to peer (P2P) lending kini mudah ditemui dan banyak digunakan masyarakat. Dengan persyaratan dan bunga yang relatif rendah, masyarakat dengan mudah mendapat pinjaman uang yang tidak terlayani oleh perbankan.
Sayangnya di tengah menjamurnya aplikasi pinjaman online, banyak keluhan yang terjadi di masyarakat. Mulai dari kebocoran data kontak peminjam hingga cara penagihan yang kurang manusiawi. Banyak media yang lebih mempublikasikan berita negatif aplikasi pinjaman online dibandingkan kemudahan dan manfaat yang diperoleh masyarakat.
P2P Lending OJK
Melihat banyaknya keluhan dan kurangnya informasi di masyarakat, maka Tempo Media Grup bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengadakan "Ngobrol Tempo" pada tanggal 23 November 2018 di Beka Resto Balai Kartini. Diskusi terkait aplikasi pinjaman online atau "Fintech" dimoderatori oleh bapak Elik Susanto sebagai Redaktur Eksekutif Tempo.co dan menghadirkan pembicara praktisi fintech.
Bagi saya diskusi seperti ini menjadi jawaban atas pertanyaan banyak orang apakah kehadiran Fintech merugikan banyak orang? Ternyata menurut bapak Hendrikus Passagi sebagai Direktur Pengawasan, Perizinan, Pengaturan Fintech Otoritas Jasa Keuangan fintech yang terdaftar resmi di OJK ada 73 dan akan terus berkembang di tahun-tahun mendatang.
Dari data yang diimiliki OJK rata-rata orang meminjam sebanyak 2x dengan tujuh juta akun yang tersebar di seluruh Indonesia. Masyarakat banyak yang terbantu dengan hadirnya pinjaman online karena dapat meminjam dalam waktu singkat tanpa harus mengurus dokumen ke bank. Segmen inilah yang disebut berkebutuhan khusus atau UKM yang tidak terlayani oleh perbankan.
Kelebihan inilah yang jarang dipublikasikan media sehingga terkesan kehadiran fintech pinjaman online dengan peer to peer (P2P) lending merugikan masyarakat. Padahal jika masyarakat meminjam pada Fintech yang terdaftar resmi, masalah bisa dicegah dan lebih jelas lembaganya. Banyak masalah terjadi karena masyarakat meminjam uang pada Fintech ilegal.
Pemerintah berupaya melindungi masyarakat salah satunya dengan Peraturan no 77 Tahun 2016 sebagai dasar hukum bagi perusahaan fintech, pemberi dana, peminjam dana, agar berjalan sesuai koridor. Hal ini juga dipertegas oleh pak Tumbur Pardede sebagai ketua AFPI yang anggotanya telah memiliki ijin resmi dari OJK.
Dalam menertibkan Fintech ilegal telah dibentuk satgas yang terdiri dari 13 kementrian dan kembaga berhasil menemukan 400 Fintech tidak resmi dan berharap kepolisian bisa tegas memenjarakan mereka. Untuk memperbaiki pelayanan di masyarakat, setiap data peminjam harus disimpan dengan baik dan tidak boleh disebarluaskan tanpa ijin. Kemudian cara penagihan jika menggunakan pihak ketiga harus memiliki ijin resmi dan sesuai SOP yang telah ditetapkan OJK.
Pak Tumbur memprediksi potensi Fintech P2P Lending akan semakin banyak dilihat dari jumlah transaksi yang terus meningkat hingga 14 triliiun. Hal ini didukung oleh salah satu Fintech P2P Lending Crowdo yang disampaikan bapak Zulfitra Agusta yang mengatakan Crowdo hadir untuk segmen UKM yang menggunakan teknologi modern sehingga resiko lebih terukur.
Hal yang serupa juga dilakukan oleh KlikACC yang memberikan pinjaman bagi UKM dengan sistem kemitraan dan memberikan edukasi kepada peminjam dana melalui pelatihan tatap muka. Baginya pemerintah sudah cukup aktif melakukan berbagai diskusi dengan menggandeng pelaku Fintech dan masyarakat. Ia berharap kegiatan sosialiasi lebih banyak dilakukan agar informasi yang diterima masyarakat lebih lengkap dan lebih selektif dalam meminjam uang melalui Fintech P2P Lending.
Selesainya diskusi ini, membuat saya lebih mengerti bagaimana agar masyarakat bisa meminjam uang dengan tepat. Pertama pastikan Fintech yang dipilih terdaftar dengan resmi di OJK dengan memeriksa di situs OJK, kedua pinjam uang sesuai kebutuhan agar tidak merugikan, ketiga pahami resiko dengan baik, keempat gunakan uang untuk kebutuhan produktif bukan konsumtif, dan kelima jika ada yang melanggar segera lapor ke pihak berwajib.
Mari menjadi masyarakat yang cerdas dengan memeriksa terlebih dahulu aplikasi pinjaman online sebelum tergiur pinjaman uang. Informasi lebih lengkap mengenai penyelenggara terdaftar OJK bisa mengakses situs www.ojk.go.id
Dari data yang diimiliki OJK rata-rata orang meminjam sebanyak 2x dengan tujuh juta akun yang tersebar di seluruh Indonesia. Masyarakat banyak yang terbantu dengan hadirnya pinjaman online karena dapat meminjam dalam waktu singkat tanpa harus mengurus dokumen ke bank. Segmen inilah yang disebut berkebutuhan khusus atau UKM yang tidak terlayani oleh perbankan.
Kelebihan inilah yang jarang dipublikasikan media sehingga terkesan kehadiran fintech pinjaman online dengan peer to peer (P2P) lending merugikan masyarakat. Padahal jika masyarakat meminjam pada Fintech yang terdaftar resmi, masalah bisa dicegah dan lebih jelas lembaganya. Banyak masalah terjadi karena masyarakat meminjam uang pada Fintech ilegal.
Pemerintah berupaya melindungi masyarakat salah satunya dengan Peraturan no 77 Tahun 2016 sebagai dasar hukum bagi perusahaan fintech, pemberi dana, peminjam dana, agar berjalan sesuai koridor. Hal ini juga dipertegas oleh pak Tumbur Pardede sebagai ketua AFPI yang anggotanya telah memiliki ijin resmi dari OJK.
Dalam menertibkan Fintech ilegal telah dibentuk satgas yang terdiri dari 13 kementrian dan kembaga berhasil menemukan 400 Fintech tidak resmi dan berharap kepolisian bisa tegas memenjarakan mereka. Untuk memperbaiki pelayanan di masyarakat, setiap data peminjam harus disimpan dengan baik dan tidak boleh disebarluaskan tanpa ijin. Kemudian cara penagihan jika menggunakan pihak ketiga harus memiliki ijin resmi dan sesuai SOP yang telah ditetapkan OJK.
Pak Tumbur memprediksi potensi Fintech P2P Lending akan semakin banyak dilihat dari jumlah transaksi yang terus meningkat hingga 14 triliiun. Hal ini didukung oleh salah satu Fintech P2P Lending Crowdo yang disampaikan bapak Zulfitra Agusta yang mengatakan Crowdo hadir untuk segmen UKM yang menggunakan teknologi modern sehingga resiko lebih terukur.
Hal yang serupa juga dilakukan oleh KlikACC yang memberikan pinjaman bagi UKM dengan sistem kemitraan dan memberikan edukasi kepada peminjam dana melalui pelatihan tatap muka. Baginya pemerintah sudah cukup aktif melakukan berbagai diskusi dengan menggandeng pelaku Fintech dan masyarakat. Ia berharap kegiatan sosialiasi lebih banyak dilakukan agar informasi yang diterima masyarakat lebih lengkap dan lebih selektif dalam meminjam uang melalui Fintech P2P Lending.
Selesainya diskusi ini, membuat saya lebih mengerti bagaimana agar masyarakat bisa meminjam uang dengan tepat. Pertama pastikan Fintech yang dipilih terdaftar dengan resmi di OJK dengan memeriksa di situs OJK, kedua pinjam uang sesuai kebutuhan agar tidak merugikan, ketiga pahami resiko dengan baik, keempat gunakan uang untuk kebutuhan produktif bukan konsumtif, dan kelima jika ada yang melanggar segera lapor ke pihak berwajib.
Mari menjadi masyarakat yang cerdas dengan memeriksa terlebih dahulu aplikasi pinjaman online sebelum tergiur pinjaman uang. Informasi lebih lengkap mengenai penyelenggara terdaftar OJK bisa mengakses situs www.ojk.go.id
dari 400 hanya 73 yg terdaftar di ojk, wah wah... ini bahaya kalau masyarakat ga tau. konsumen akan dirugikan jika seperti ini.
ReplyDeletesering2 ada acara begini, soalnya fintech kan terbilang baru di Indonesia , kasihan kalau ada konsumen yg terjebak dan salah jalan
iya makanya masyarakat perlu aktif mencari informasi dan memeriksa legalitas di situs resmi OJK agar tidak tertipu fintech ilegal
Delete