Motivasi Besar Di Balik Mini Otobiografi From Borneo To Bloomberg
Ketika Jumat lalu tanggal 26 September 2014 saya menghadiri
acara sharing seputar buku "From Borneo to Bloomberg" di Comma Co-working Space, One Walter Place lt. 3. Jl. Wolter Monginsidi No. 63 B, Jakarta Selatan. Saya cukup terkejut melihat ukuran buku otobiografi yang mini dan praktis. saya biasa melihat dan membaca buku biografi maupun biografi dengan ukuran yang tebal dan besar. Namun yang menjadi pertanyaan hal apa yang menarik di balik buku otobiografi "From Borneo to Bloomberg" ?
Selain itu menulis tentang diri sendiri atau orang lain pada dasarnya adalah penafsiran. Hal ini tentu tergantung sudut pandang seorang penulis maka tidak jarang akan ditemui beberapa perbedaan dalam buku biografi seseorang. Dalam menulis buku orang akan cenderung subyektif atau memiliki penafsiran tersendiri terhadap suatu peristiwa.
Dalam buku otobiografi yang ditulis oleh Pak Iwan Sunito bukan sekedar berbagi kisah hidup namun juga terdapat branding dimana terlihat dari judul yang ditulis terkesan menjual karena yang dipilih ialah kata Borneo bukan Kalimantan dan Bloomberg bukan Australia atau Sydney. Namun branding bukan hal yang negatif asalkan berdasarkan fakta karena kisah hidup Pak Iwan Sunito adalah kenyataan bukan sekedar menjual motivasi.
Pada buku otobiografi "From Borneo to Bloomberg" cerita kisah hidup hanya sekitar 12 halaman selebihnya merupakan kutipan motivasi baik dari Pak Iwan sendiri maupun kutipan dari orang sukses lainnya. Mungkin menurut orang awam buku ini sama halnya dengan buku motivasi lainnya yang banyak memuat kutipan dari orang sukses, namun yang membedakan buku ini berdasarkan kisah nyata pak Iwan yang menjadi pengusaha bukan motivator serta kutipan yang ada pun mudah untuk dipahami.
Dalam buku ini Pak Iwan membagi 13 jurus sukses dalam bukunya antara lain Start with The End, Find Your Roadmap, Find Your Own Voice, Do Small Things Big, dll. jurus ini mirip dengan buku yang ditulis oleh seorang motivator namun yang membedakan ialah jurus sukses yang ditulis lebih simple, tanpa kesan menggurui, serta cerita yang mudah dibaca dan tidak membosankan.
Ketika saya membaca buku ini memang cerita hidup yang ditampilkan tidak sebanyak buku biografi lainnya, namun hal yang saya ambil pelajaran ialah bagaimana seorang anak yang tadinya tinggal di perkampungan kecil di Pangkalan Bun kemudian sekolah di Surabaya hingga dikirim orang tuanya ke Australia bisa survive dan terus bekerja hingga sukses. Belajar di Australia awalnya bukan hal yang mudah bagi pak Iwan karena kendala bahasa dimana orang Australia terbiasa berbicara menggunakan ungkapan maupun bahasa gaul yang kurang familiar. Poin penting yang bisa menjadi pembelajaran bagi orang Indonesia ialah orang di Australia terbiasa untuk bertanya dengan kata "Kenapa" Hal ini tentu sangat berbeda dengan sistem pendidikan di Indonesia yang hanya menghafalkan pelajaran dan menerima begitu saja materi yang diberikan oleh para guru.
Pak Iwan memasuki perguruan tinggi di Australia tahun 1986 mengambil jurusan arsiteksur dan lulus tahun 1991 dari University of New South Wales dengan gelar kehormatan dan memperoleh penghargaan Erick Daniels Prize for Residential Design. Pada tahun 1994 sampai 1996 merupakan tahun yang penuh perjuangan karena pak Iwan berusaha untuk membesarkan konsultan arsiteknya "Joshua International Architects" yang mendesain bangunan mewah di Vaucluse, Rose Bay Killara and St Ives di Sydney.
Pada tahun 1996 Crown Group melakukan merger dengan tiga buah usaha yaitu Paul Sathio, Anthony Sun serta bisnis dari Pak Iwan sendiri. Dari tahun 1996 hingga 2004 merupakan tahun dimana Crown Group berkembang secara sukses serta bertahan dari krisis ekonomi di Australia.
Setelah merantau lebih dari 30 tahun Pak Iwan bersama istri dan beberapa rekan, kembali mengunjungi Pangkalan Bun untuk mengenang kembali kenangan masa anak-anak yang pernah tinggal di perkampungan di atas sungai. Ketika menaiki kembali perahu kayu kecil yang biasa dikenal dengan istilah "getek" banyak hal yang ditemui yaitu saat ini "getek" telah menggunakan mesin yang lebih modern namun suasana ketika menaiki masih sama yaitu dikelilingi oleh hutan yang terdengar juga suara burung, monyet, dan binatang lainnya.
Buku otobiografi ini seperti teaser film dimana setelah membaca buku ini muncul rasa penasaran akan kisah lengkap hidup pak Iwan baik kisah sedih maupun kisah sukses menjadi pengusaha di negara orang. Buku ini ditulis dengan bahasa Inggris yang ringan yang bisa dibaca ketika menunggu transjakarta atau menunggu kereta di stasiun. Walaupun dengan bahasa inggris belum tentu bisa dibaca dan dipahami semua kalangan namun dengan bahasa Inggris buku ini bisa menjangkau generasi muda yang berasal dari kalangan menengah ke atas.
Quote yang saya suka dari buku otobiografi dari Pak Iwan adalah "You often hear people say "Dont work hard, work smart", but I say work hard first then you will work smarter. There is no easy road" Ketika orang lain mengatakan untuk kerja pintar bukan kerja keras namun menurut pak Iwan kerja keras dahulu baru kita akan menemukan cara untuk kerja pintar karena tidak ada jalan mudah untuk mencapai sukses.
Setelah dibaca jurus sukses serta kutipan yang ada tampak motivasi besar pak Iwan untuk berbagi kepada orang lain melalui pengalaman hidupnya walaupun buku yang ditulis dan diterbitkan berukuran kecil bahkan mini yang bahkan bisa dimasukkan ke dalam saku kantong celana.
Comments
Post a Comment