Film Keluarga Dengan Setting Tragedi Mei 1998

Saat liburan tahun baru 2014 lalu, saya membaca info di social media akan ada film Indonesia terbaru dengan Lukman Sardi sebagai sutradaranya. Saya pun penasara seperti apa ya film yang disutradarai oleh aktor yang sudah bermain film lebih dari 5 tahun tersebut. Apalagi mengambil tema tragedi Mei 1998 yang mencekam bukanlah hal yang mudah karena harus melakukan riset terhadap peristiwa sejarah yang terjadi.




Beberapa hari kemudian, di tanggal 7 Januari 2015 saya memiliki kesempatan untuk hadir pada press screening pada pemutaran film "Di Balik 98" di Djakarta Theathre. Pada acara tersebut dihadiri puluhan bahkan ratusan rekan-rekan wartawan baik dari media cetak, elektronik, dan online. Pemutaran film dimulai pukul 15 dan selesai sekitar pukul 16.30. Setelah itu diadakan press conference di Oui Resto tepat di bawah bioskop Djakarta Theatre.



Sekitar pukul 17.00 press conference dimulai yang dihadiri hampir seluruh pemain "Di Balik 98"  antara lain Chelsea Islan, Boy William, Fauzi Baadilah, Dony Alamsyah, Alya Rohali, Ririn Ekawati, Amoroso Katamsi, penulis naskah, produser dari MNC Pictures dan Saint Loco sebagai salah satu pengisi soundtrack film tersebut.



 Beberapa pertanyaan pun diajukan dari rekan blogger dan wartawan, mulai dari sumber data yang dipakai dalam film tersebut, langkah apa yang akan diambil jika disomasi, bagaimana memerankan presiden Soeharto, dan latihan apa yang dilakukan untuk memerankan tokoh tentara. Lukman Sardi selaku sutradara pun mengatakan bahwa dalam film ini data yang digunakan merupakan data yang sudah di publish yaitu dari buku bapak BJ Habibie, Sintong Panjaitan, dan wawancara dengan tokoh tertentu. 



Karena film ini merupakan film drama keluarga dengan latar belakang kejadian Mei 1998, maka Lukman Sardi pun belum mengambil langkah hukum jika disomasi dan mengajak agar semua pihak dapat menonton film ini sampai tuntas. Dalam film ini beberapa hal merupakan interpretasi sutradara bukan murni sejarah karena film ini dibuat bukan buat mengungkap sejarah namun menggambarkan sebuah keluarga yang berkaitan dengan peristiwa tersebut.

Bapak Amaroso Katamsi sendiri bukan pertama kali memerankan tokoh Soeharto karena sebelumnya pernah memerankan pada film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI (1984) dan di film Djakarta 1966 (1988). Jika dihitung dari awal memerankan hingga ke 2015 maka kurang lebih 32 tahun memerankan tokoh Soeharto. Tentu kesulitan tidak ditemui karena dari fisik dan usia memiliki kesamaan sehingga tampak natural dalam memerankan Soeharto dalam film ini.



Bagi Lukman Sardi dan Dony Alamsyah ini merupakan film kedua mereka setelah 9 Naga. Masing-masing aktor memiliki cara tersendiri dalam memerankan tokoh tentara dalam film ini. Bagi Dony Alamsyah karena sebelumnya sudah pernah memerankan sebagai tentara tentu ini bukan hal baru baginya, namun ketika peristiwa 1998 terjadi ia pernah mendatangi gedung MPR dan tentara yang bertugas. Fauzi Baadilah menjawab bahwa ia dan Dony Alamsyah memiliki latihan tersendiri sebelum memerankan tentara dalam film ini.

Terakhir Lukman Sardi menyatakan makna tahun 98 baginya ialah peristiwa positif bagi politik di Indonesia karena adanya reformasi di hampir segala aspek, namun juga peristiwa yang menyedihkan karena banyak orang yang menjadi korban padahal mereka tidak terkait dengan kegiatan politik.

Bagi saya sendiri film ini layak untuk ditonton agar generasi muda yang belum lahir pada peristiwa 98 bisa mengetahui bagaimana mencekamnya peristiwa tersebut dan mengambil nilai positif seperti yang diperankan oleh Chelsea Islan dan Boy William. Karakter dalam film tersebut tetap optimis walaupun telah mengalami hal yang tidak mengenakkan dan tetap menolong orang lain walaupun berbeda agama maupun suku. Saya mengapresiasi terobosan Lukman Sardi sebagai sutradara dengan mengambil sudut pandang yang berbeda dibandingkan film drama lainnya di Indonesia.

Saran saya bagi panitia atau MNC Pictures pada press screening dan press conference agar lebih teratur dan praktis misalnya saat registrasi wartawan atau blogger langsung diberi kaos atau goodie bag agar tidak menimbulkan keributan saat akan mengambil kaos di akhir acara. Untuk tempat press conference juga kurang luas sehingga wartawan harus berdesakan saat mengambil gambar, tidak dapat menampung semua wartawan, dan konsumsi yang disediakan juga kurang. Kemudian saat akan pemutaran film seharusnya pemain dan produser tidak perlu ikut menonton karena kursi sudah diisi sudah penuh oleh rekan-rekan wartwan dan blogger. Namun kemarin panitia tanpa pemberitahuan tiba-tiba mengusir beberapa wartawan yang sudah duduk dengan alasan akan dipakai para pemain. Wartawan dan saya sendiri pun terpaksa duduk di tangga karena tidak kebagian tempat duduk.

Biasanya saat acara nonton bareng, produser, pemain, dan sutradara tidak ikut menonton cukup menyapa dalam bioskop lalu menemui penonton di luar bioskop. Sehingga peserta nonton bareng bisa menonton dengan nyaman tanpa harus terusir oleh panitia.





Comments

  1. Sebenernya seruu ya kalo tempat prescon nya lebih besar, dan panitianya lebih prepare lagi. Tapi gak bikin kapok kok :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya semoga panitianya bisa lebih baik lagi kedepannya dan filmnya juga sukses :)

      Delete
  2. Waah senangnya bisa nobar ya Nisa. Ketemu aktor-aktor keren

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mba seru banget.. kalo ada launching film ikutan aja :)

      Delete
  3. Filmnya aku suka...
    Soal panitia, lagi patah hati kali ya sampe bete gitu wkwkwkkw

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya filmnya bagus sebenernya sayang panitianya kurang rapi hehehe :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Lima Hal Yang Harus Dimiliki Pekerja Digital Masa Kini

ulasan film sokola rimba