Melihat Pameran Foto Internasional di Akhir Tahun 2014

Pada awal desember lalu saya mendapat email dari galeri jurnalistik foto Antara tentang pameran foto internasional dengan tema "city of wave" dari tanggal 5-28 desember 2014 di Galeri Nasional Jakarta Pusat. Setelah membaca email tersebut, saya berkeinginan untuk datang melihat pameran foto tersebut karena tema yang diangkat ialah kehidupan maritim di beberapa negara seperti Indonesia, Australia, Chili, Peru, dll. Selain itu pameran ini merupakan pameran internasional yang digelar tiga tahunan setelah sebelumnya pernah diselenggarakan JIPS 2007: City of Hope, dan JIPS 2010: City of Interaction.



Para kurator pameran ini yaitu Oscar Motuloh, Rizki A. Zaelani, dan Asikin Hasan, berupaya memposisikan tema ‘Maritim’ dan ‘Maritim Global’ sebagai cara untuk melihat keragaman budaya bahari dalam masyarakat, serta untuk melihat tradisi maritim universal seperti rumah betang – rumah damai, tempat pertemuan ide dan komitmen yang beragam untuk masa depan yang lebih baik dan bijaksana dari samudera.

Dalam pameran ini akan ditampilkan sekitar 300 lebih karya fotografi Ekspedisi Cincin Api Kompas, Ekspedisi Pulau Terluar Indonesia, Muaro Jambi, 10 tahun Tsunami dari Perspektif Fotografer Aceh, partisipasi Vision International Image Festival, komunitas Fotografi Papua, dan The Harbor. Semua karya fotografi menakjubkan tersebut merupakan hasil jepretan 89 fotografer dari 12 negara, yaitu Indonesia, New Zealand, Australia, Spanyol, Inggris, Italia, Amerika Serikat, Rusia, Peru, Chili, Belanda, dan Swiss. Beberapa fotografer dalam pameran ini diantaranya adalah Beat Presser, Deni Sambas, Eddy Hasby, Jake Price, Jay Subyakto, Mimi Mollica, Rony Zakaria, dan para fotografer handal lainnya.

Tidak hanya menyajikan pameran foto saja namun terdapat pula talkshow inspiratif dan edukatif antara lain : Exhibition Talk pukul 15.00 WIB yaitu “The Harbor: Shooting Series” bersama Mimi Mollica – UK (6/12/14), “Deklarasi Juanda: Mengukuhkan Indonesia sebagai Tanah Air Kita” bersama Anies Baswedan, Rodial Huda, Sahandra Hanintyo, dan Ipong Witono (13/12/14), dan “Samudra Rumah Kita: Tuah dan Musibah” bersama Arif Ahmad – Tim Ekspedisi Cincin Api KOMPAS (20/12/14)



Sayangnya saya belum sempat untuk menghadiri talkshow tersebut karena jadwal yang bentrok dengan kegiatan saya, padahal tema yang diangkat menurut saya bagus bagi generasi muda agar lebih mengenal lagi potensi maritim yang ada Indonesia. Semoga saja jika ada talkshow seperti ini lagi saya bisa datang dan berdiskusi. 




Setelah meluangkan waktu beberapa minggu, saya pun akhirnya bisa datang ke pameran foto ini pada tanggal 28 Desember 2014 setelah mengikuti kegiatan bersama komunitas saya di Gelora Bung Karno. Saya tiba jam 14.30 dan langsung menuju ke gedung C untuk registrasi menonton film “Fitzcarraldo”. Selama pameran pun ada beberapa kali pemutaran film dan diskusi dengan beberapa LSM antara lain “Inerie (Mama Cantik)” bersama Lola Amaria & Lasti Kurnia (7/12/14), “Atambua 39°C” bersama Riri Riza & Edward Hutabarat (14/12/14), “The Mirror Never Lies” bersama Kamila Andini & Veda Santiaji WWF (18/12/14). Namun sayangnya saya hanya bisa menonton film yang terakhir di hari terakhir pameran.



Setelah menonton pemutaran film “Fitzcarraldo” dan mendapat katalog pameran, saya langsung melihat pameran foto dari Gedung A hingga gedung C. Saya terkesan dengan setiap foto yang ada karena menampilkan potret kehidupan masyarakat baik itu yang tinggal di pinggir pantai maupun di kota besar. Ada beberapa foto yang menurut saya menampilkan ironi kondisi laut yang tercemar oleh limbah namun tetap digunakan sebagai tempat bermain dan belajar berenang di daerah Cilincing.

Selain itu terdapat pula foto yang menampilkan pencemaran laut karena nelayan yang menggunakan racun untuk menangkap ikan dan rusaknya terumbu karang di Indonesia serta menumpuknya sampah di pinggir pantai. Namun dibalik keadaan laut Indonesia yang kurang bagus terdapat pula foto yang membuat saya kagum karena  keindahan laut yang terkenal hingga manca negara yaitu di Raja Ampat. 





Foto lain yang membuat saya kagum ialah foto pembuatan kapal pinisi di Sulawesi Selatan. Dalam foto tersebut tampak orang bergotong royong membuat kapal yang menjadi kebanggan orang Indonesia. Dan seperti lagu yang selama ini saya ketahui bahwa "nenek moyangku seorang pelaut" dimana suku yang terkenal akan kepiawaian dalam melaut ialah suku Bugis dan Makassar dengan kapal pinisinya.



Setelah berkeliling melihat pameran di gedung A, saya pun memasuki gedung B untuk melihat foto-foto yang dipamerkan. Terdapat foto dan peta yang menunjukkan gunung berapi yang ada dari Sabang sampai Merauke. Selanjutnya saya memasuki gedung C, gedung terakhir pameran foto yang menampilkan foto-foto mengenang 10 tahun tsunami di Aceh, dan foto -foto tsunami di Jepang.

Saya baru selesai melihat pameran foto beberapa saat sebelum sholat maghrib, dan setelah selesai melihat semua pameran saya merasa lega karena rasa penasaran akan pameran foto ini telah terpenuhi. Muncul rasa sedih dan prihatin akan kondisi laut yang kotor dan tercemar, namun muncul pula rasa kagum dan senang karena keindahan laut Indonesia yang sudah diakui hingga manca negara. Saya pun berkeinginan menjelajah lautan di Indonesia serta mengajak semua pihak untuk menjaga kebersihan laut, melestarikan terumbu karang, dan membantu nelayan agar bisa meningkatkan taraf hidup mereka. Hal yang bisa saya lakukan dari diri sendiri ialah membuang sampah pada tempatnya, dan jika mengunjungi tempat wisata pantai atau laut tidak membuang sampah ke laut. Semoga kepedulian saya bisa menginspirasi orang lain untuk menjaga laut Indonesia untuk generasi yang akan datang. 


Comments

  1. biasanya kalo masuk museum atau pameran ngga boleh motret ya gan, kok agan bisa sih ambil gambar?

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya make hp gan motretnya itu juga gak banyak kok motretnya :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Lima Hal Yang Harus Dimiliki Pekerja Digital Masa Kini

ulasan film sokola rimba