Jalan Panjang Perempuan Inspiratif Meraih Mimpi Dalam Buku Neng Koala

"Alhamdulilah akhirnya wisuda juga setelah ujian panjang bertubi-tubi" itulah kalimat yang saya ucapkan setelah wisuda program sarjana Universitas Indonesia tahun 2012. Gak menyangka bisa menyelesaikan kuliah disaat harus tinggal jauh dari orang tua, bekerja dan mengerjakan tugas yang banyak dan mengerjakan skripsi dengan dosen pembimbing yang berbeda jurusan. 


Melihat kegigihan saya, ketua jurusan yang saya menyatakan salut akan semangat untuk menuntaskan pendidikan dan akan memberikan rekomendasi jika ingin melanjutkan kuliah S2 baik di dalam maupun luar negeri. "Wah selesai sarjana aja masih ngos-ngosan gimana kalau lanjut kuliah lagi?'' itulah yang terbesit di benak ketika mendengar harapan dosen yang ingin saya melanjutkan kuliah. 

Memang sempat terpikir untuk melanjutkan kuliah di luar negeri karena ingin mengupgrade diri tinggal di negara yang berbeda dan mendapatkan ilmu yang lebih baik. Kuliah di luar negeri saat ini lebih banyak pilihan dan kemudahan karena kemajuan teknologi. Mau mengajukan beasiswa pun banyak pilihan tinggal siapkan mental, waktu, biaya dan tenaga. 

Namun impian itu terlupakan karena saya minder dengan kemampuan bahasa inggris yang kurang, dana yang belum ada dan banyak kesibukan lainnya. Tapi saat menghadiri acara berbuka acara tahun 2016 di Artotel Thamrin berkenalan dengan blogger dan ibu muda Gena Lysistrata yang saat itu sedang mengajukan beasiswa S2 ke Australia. 

Wah kok bisa ya seorang ibu mengajukan beasiswa ke Australia? pertanyaan ini membuat saya tersadar bahwa setiap orang mampu untuk mewujudkan impiannya termasuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Seorang perempuan yang sudah berkeluarga saja bisa masak saya yang masih belum berkeluarga dan bekerja freelancer banyak memiliki waktu luang nggak bisa?. 

Saya pun mulai teringat cita-cita untuk melanjutkan pendidikan yang tertunda karena kurang fokus. Mulai saat itu saya memperbaiki kekurangan bahasa inggris dengan menghadiri komunitas bahasa inggris gratis di perpustakaan Kemendikbud. Banyak hal yang saya dapatkan sejak mengikuti komunitas ini mulai info mendapatkan beasiswa, teman baru dan semangat untuk mewujudkan cita-cita.



Inspirasi lainnya saya dapatkan saat menghadiri launching buku "Neng Koala" di Aula Kampus Binus Anggrek tanggal 25 April 2018. Sekumpulan wanita inspiratif hadir dengan berbagai cerita unik yang dituliskan dalam buku bersampul merah muda. Awal buku ini ditulis untuk memberikan semangat bagi perempuan untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi. 

Walaupun bagi perempuan tidak mudah melanjutkan karena beberapa keterbatasan tapi itu bukan halangan untuk maju menjadi sukses. Bahkan mba Cucu Saidah dan suami yang merupakan aktivis penyandang disabilitas mengatakan bagi perempuan dan difabel mengalami kesulitan dua kali lipat saat proses pengajuan beasiswa. Bahkan selama di Indonesia selalu menggunakan jasa pendamping untuk mempermudah aktivitas.


Namun saat sudah berada di Australia ia dan suaminya merasakan banyak kemudahan dengan fasilitas publik yang lebih baik dari transportasi, trotoar, dan sarana lainnya di dalam kampus. Hebatnya lagi mba Cucu bersama suami bisa melakukan backpacker ke beberapa kota di Australia tanpa pendamping.

Rasanya sudah tidak sabar untuk membaca buku "Neng Koala " dan membagikan cerita inspiratif kepada semua perempuan, laki-laki dan mahasiswa untuk berani mewujudkan impian walaupun banyak keterbatasan. 

Buku ini terbagi ke dalam tujuh bab dimana Bab pertama menceritakan kisah awal bagaimana berburu beasiswa yang penuh rintangan. Membaca bab ini saya jadi kagum betapa semangat perempuan untuk menempuh pendidikan tinggi luar biasa. Mulai dari ibu rumah tangga, PNS, bahkan mama Papua yang banyak keterbatasan fasilitas bahkan harus kursus bahasa inggris bersamaan dengan kehamilan anak keduanya. 

Membaca bab ini membuat saya tertampar karena perjuangan penulis yang tidak mudah tapi saya malah kurang semangat untuk memulai. Lanjut ke bab kedua tentang kisah keluarga penulis mulai dari suami yang merestui istrinya untuk kuliah di luar negeri, meninggalkan bayi yang baru berusia empat puluh lima hari, tinggal berjauhan dari pasangan, hamil dan melahirkan saat melanjutkan S2, dan seorang ibu dengan anak autis. 

Saya paham betul tidak mudah memiliki anak dengan kebutuhan khusus karena saya pernah memiliki murid autis. Anggapan masyarakat tentang anak autis yang aneh bahkan mengganggu membuat mental orang tua menjadi stress bahkan depresi. Tapi ibu  Sri Lestari Wahyuningrum menemukan hal baru di Australia karena pendekatan pendidikan yang berbeda sehingga anak bisa berkembang dengan baik bahkan mendapat perlakuan lebih baik dibanding ketika di Indonesia. 

Bab selanjutnya menceritakan kehidupan di kampus, perbedaan budaya, berburu akomodasi, bekerja sambil kuliah, kegiatan di organisasi dan persiapan kembali ke Indonesia. Banyak hal menarik yang saya dapatkan seperti kegagalan di mata kuliah tertentu bukan berarti kiamat yang masih bisa diperbaiki asalkan ada kemauan. 

Untuk mendapatkan uang tambahan juga banyak pilihan untuk bekerja mulai dari part time, full time dan pekerjaan casual seperti cleaner, waitress, atau customer service. Tidak perlu malu atau gengsi untuk melakukan pekerjaan karena banyak mahasiswa Indonesia bekerja sambil kuliah asalkan halal dan bermanfaat. 

Perbedaan budaya menjadi tantangan bagi beberapa mahasiswi apalagi yang memakai hijab. Banyaknya pertanyaan bahkan budaya yang bertolak belakang membuat pelajar harus bisa berkomunikasi dengan baik agar bisa diterima di lingkungan baru yang jauh berbeda.

Dari semua cerita inspiratif yang ditulis yang menyentuh saya ialah cerita ibu Sri Lestari Wahyuningroem yang sudah lelah, jenuh dan hampir putus asa ketika anaknya yang autis tidak diterima dengan baik di masyarakat Indonesia. Dengan modal nekat ibu Sri membawa kedua anaknya Indis dan Ero ke Australia agar mendapat pendidikan yang berbeda.

Keputusan itu ternyata tepat karena dengan pendekatan berbeda kedua anaknya bisa berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris. Kemudian tidak malu ketika membawa kedua anaknya ke tempat umum seperti mall atau taman karena anak autis memang berbeda namun tidak bisa bisa diremehkan begitu saja.

Cerita lainnya yang inspiratif ialah reverse culture shock yang biasa dialami orang-orang yang kembali dari luar negeri. Bagi mahasiswa yang sudah terbiasa hidup tertib dan disiplin dengan kebersihan dan sistem yang tertata akan terkejut kembali ke Indonesia melihat kebiasaan masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan, menyebrang dengan seenaknya, menyerobot antrian dan lainnya.

Namun pengalaman Yudhita Hardini di Australia digunakan untuk memberikan contoh di masyarakat misalnya menyebrang saat lampu tanda pejalan kaki menyala sambil memberi tanda ke mobil. Hal kecil ini dapat membuatnya bangga dan menggunakan rasa kaget untuk melihat kondisi negara dengan prespektif yang baru.

Puas dan bangga bisa menjadi bagi acara launching dan membaca buku Neng Koala. Selain banyak mendapat inspiratif bagaimana memperoleh beasiswa dengan terus berlatih menulis maupun berbicara bahasa Inggris juga bagaimana terus semangat walaupun banyak kesulitan yang dihadapi.



Setelah mendapat ilmu dari Australia, penulis atau pelajar kembali ke Indonesia untuk memberikan kontribusi dan memberikan perubahan dari lingkungan terdekat. Meskipun buku ini ditulis oleh tiga puluh empat penulis perempuan namun buku ini cocok dibaca untuk mahasiswa dan pria yang sudah berkeluarga agar memberikan dukungan bagi istri untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi.



Terima kasih atas buku yang inspiratif dan mendorong saya untuk belajar meningkatkan kemampuan bahasa Inggris dan mengajukan beasiswa ke luar negeri untuk ilmu yang lebih baik serta memberikan perubahan posisif dengan ilmu yang didapat. Intinya tidak ada yang tidak mungkin asalkan mau berusaha dan fokus mewujudkan impian.










Comments

Popular posts from this blog

Lima Hal Yang Harus Dimiliki Pekerja Digital Masa Kini

ulasan film sokola rimba

PopBox Loker Multifungsi Untuk Berbagai Kebutuhan